LP Mioma Uteri
A.
DEFINISI
§ Mioma
uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid (
Saifuddin 1999 ).
§ Mioma
uteri merupakan tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya, sehingga
dapat dalam bentuk padat karena jaringan ikatnya dominan dan lunak serta otot
rahimnya dominan ( Manuaba, 2007).
§ Mioma
uteri adalah suatu tumor jinak uterus yang berbatas tegas, memiliki kapsul,
terbentuk dari otot polos dan elemen jaringan penyambung fibrosa (Taber, 1994).
B.
KLASIFIKASI
1. Mioma
submukosa
Berada
di bawah endometrium dan menonjol kedalam kavum uteri. Jenis ini dijumpai 6,1%
dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan. Mioma jenis lain meskipun besar mungkin belum memberikan keluhan
perdarahan, tetapi mioma submukosa, walaupun kecil sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan
kuretase, dengan adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan
dengan pemeriksaan histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor. Tumor
jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai
tangkai. Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan
nama mioma geburt atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami
infeksi, ulserasi dan infark. Pada beberapa kasus, penderita akan mengalami
anemia dan sepsis karena proses di atas.
2. Mioma
intramural (mioma intraepitelial)
Terdapat
di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan tumor,
jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi
tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan
mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma
yang terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi. Mioma
sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak
karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor
tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di
dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan
otot rahim dominan).
3. Mioma
subserosa
Apabila
mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus
diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
4. Mioma
intraligamenter
Mioma
subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau
omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut wondering
parasitis fibroid. Jarang sekali ditemukan satu macam mioma saja dalam
satu uterus. Mioma pada servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik
sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
C.
ETIOLOGI
Menurut
Manuaba (2007), faktor-faktor penyebab mioma uteri belum diketahui, namun ada 2
teori yang menjelaskan faktor penyebab mioma uteri, yaitu:
1. Teori
Stimulasi
Berpendapat
bahwa estrogen sebagai faktor etiologi dengan alasan :
a.
Mioma uteri sering kali tumbuh lebih
cepat pada masa hamil
b.
Neoplasma ini tidak pernah ditemukan
sebelum monarche
c.
Mioma uteri biasanya mengalami
atrofi sesudah menopause
d.
Hiperplasia endometrium sering ditemukan
bersama dengan mioma uteri
2. Teori
Cellnest atau Genitoblas
Terjadinya
mioma uteri tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada cell nest
yang selanjutnya dapat dirangsang terus menerus oleh estrogen.
Menurut
Muzakir (2008) faktor risiko yang menyebabkan mioma uteri adalah:
1. Usia
penderita
Mioma
uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia reproduksi dan sekitar 40%-50%
pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarke
(sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri
ditemukan sebesar 10%.
2. Hormon
endogen (Endogenous Hormonal)
Mioma
uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, diterangkan bahwa hormon esterogen
endogen pada wanita-wanita menopause pada level yang rendah/sedikit (Parker,
2007). Otubu et al menemukan bahwa konsentrasi estrogen pada jaringan mioma
uteri lebih tinggi dibandingkan jaringan miometrium normal terutama pada fase
proliferasi dari siklus menstruasi (Djuwantono, 2004).
3. Riwayat
Keluarga
Wanita
dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri mempunyai
2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan dengan wanita tanpa
garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai riwayat
keluarga penderita mioma mempunyai 2 (dua) kali lipat kekuatan ekspresi dari
VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan penderita mioma yang
tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker, 2007).
4. Indeks
Massa Tubuh (IMT)
Obesitas
juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin berhubungan dengan
konversi hormon androgen menjadi esterogen oleh enzim aromatease di jaringan
lemak (Djuwantono, 2004). Hasilnya terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh
yang mampu meningkatkan pprevalensi mioma uteri (Parker, 2007).
5. Makanan
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
Beberapa penelitian menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
6. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar esterogen dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus kemungkinan dapat mempercepat terjadinya pembesaran mioma uteri (Manuaba, 2007).
7. Paritas
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali.
Mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan multipara dibandingkan dengan wanita yang mempunyai riwayat frekuensi melahirkan 1 (satu) atau 2 (dua) kali.
8. Kebiasaan
merokok
Merokok
dapat mengurangi insiden mioma uteri. Diterangkan dengan penurunan
bioaviabilitas esterogen dan penurunan konversi androgen menjadi estrogen
dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker, 2007).
D.
MANIFESTASI
KLINIK
Faktor-faktor
yang menimbulkan gejala klinis ada 3, yaitu :
1. Besarnya
mioma uteri
2. Lokalisasi
mioma uteri
3. Perubahan
pada mioma uteri.
Gejala-gejala
yang timbul tergantung dari lokasi mioma uteri (cervikal, intramural,
submucous), digolongkan sebagai berikut :
1. Perdarahan
abnormal
Perdarahan
abnormal yaitu menoragia, menometroragia dan metroragia. Perdarahan sering
bersifat hipermenore dan mekanisme perdarahan tidak diketahui benar.
Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu telah meluasnya permukaan endometrium
dan gangguan dalam kontraktibilitas miometrium (Manuaba, 1998).
2. Rasa
nyeri pada pinggang dan perut bagian bawah, dapat terjadi jika :
a. Mioma
menyempitkan kanalis servikalis
b. Mioma
submukosum sedang dikeluarkan dari rongga Rahim
c. Adanya
penyakit adneks, seperti adneksitis, salpingitis, ooforitis
d. Terjadi
degenerasi merah
3. Tanda-tanda
penekanan/pendesakan
Terdapat
tanda-tanda penekanan tergantung dari besar dan lokasi mioma uteri. Tekanan bisa terjadi
pada traktus urinarius, pada usus, dan pada pembuluh-pembuluh darah. Akibat
tekanan terhadap kandung kencing ialah distorsi dengan gangguan miksi dan
terhadap uretes bisa menyebabkan hidro uretre.
4. Infertilitas
Infertilitas
bisa terajadi jika mioma intramural menutup atau menekan pors interstisialis
tubae.
5. Abortus
Abortus
menyebabkan terjadinya gangguan tumbuh kembang janin dalam rahim melalui
plasenta.
6. Gejala
sekunder
Gejala
sekunder yang muncul ialah anemia karena perdarahan, uremia, desakan ureter
sehingga menimbulkan gangguan fungsi ginjal.
E.
PATOFISIOLOGI
Mioma uteri mulai
tumbuh sebagai bibit yang kecil di dalam miometrium dan lambat laun membesar
karena pertumbuhan itu miometrium terdesak menyusun semacam pseudekapsula atau
simpai semu yang mengelilingi tumor di dalam uterus mungkin terdapat satu
mioma, akan tetapi mioma biasanya banyak. Jika ada satu mioma yang tumbuh
intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak bundar dan konstipasi
padat. Bila terletak pada dinding depan uterus, uterus mioma dapat menonjol ke
depan sehingga menekan dan mendorong kandung kencing ke atas sehingga sering
menimbulkan keluhan miksi.
Tetapi masalah akan
timbul jika terjadi: berkurangnya pemberian darah pada mioma uteri yang
menyebabkan tumor membesar, sehingga menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain
itu masalah dapat timbul lagi jika terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang
berlebihan sehingga terjadi anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan
fisik, kondisi tubuh lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat
terpenuhi. Selain itu dengan perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan
seseorang mengalami kekurangan volume cairan. (Sastrawinata S: 151)
F.
KOMPLIKASI
1. Pertumbuhan Leiomiosarkoma
Yaitu tumor yang tumbuh dari
miometrium, dan merupakan 50 – 70 % dari semua sarkoma uteri. Ini timbul
apabila suatu mioma uteri yang selama beberapa tahun tidak membesar, tapi
tiba-tiba mengalami pembesaran, apalagi jika hal itu terjadi sesudah menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Ada kalanya tungkai pada mioma uteri
subserosum mengalami putaran. Kalau proses ini terjadi mendadak, tumor akan
mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis jaringan, dan akan nampak
gambaran klinik dari abdomen akut.
3. Nekrosis dan Infeksi
Pada mioma submukosum, yang menjadi
polip, ujung tumor kadang-kadang dapat melalui kanalis servikalis dan dilahirkan
di vagina. Dalam hal ini ada ada kemungkinan gangguan sirkulasi dengan akibat
nekrosis dan infeksi sekunder.
(Prawiroharjo, 1996)
G.
PENATALAKSANAAN
Penanganan
mioma menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas :
Penanganan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor, dan terbagi atas :
a. Penanganan
konservatif, yaitu dengan cara :
1) Observasi
dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan,
2) Monitor
keadaan Hb,
3) Pemberian
zat besi,
b. Penggunaan
agonis GnRH
c. Penanganan
operatif
Intervensi
operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah:
1) Perdarahan
uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia,
2) Nyeri
pelvis yang hebat,
3) Ketidakmampuan
untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma berukuran kehamilan 12 minggu
atau sebesar tinju dewasa),
4) Gangguan
buang air kecil (retensi urin),
5) Pertumbuhan
mioma setelah menopause,
6) Infertilitas,
7) Meningkatnya
pertumbuhan mioma.
Jenis
operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa :
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus. Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum.
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus. Miomektomi lebih sering di lakukan pada penderita mioma uteri secara umum.
2. Histerektomi
Histerektomi
adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik sebahagian
(subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks
uteri. Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi,
dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah
bergejala.
H.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Pemeriksaan
Darah Lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit turun/meningkat, Eritrosit
turun.
2. USG
: terlihat massa pada daerah uterus.
3. Vaginal
Toucher : didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan
ukurannya.
4. Sitologi
: menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.
5. Rontgen
: untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan
operasi.
6. ECG
: Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan
operasi.
7. Ultrasonografi
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri.
8. Histeroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Tumor tersebut sekaligus dapat diangkat.
9. MRI
(Magnetic Resonance Imaging)
Pada
MRI, mioma tampak sebagai massa gelap terbatas tegas dan dapat dibedakan dari
miometrium yang normal. MRI dapat mendeteksi lesi sekecil 3 mm yang dapat
dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma submukosa.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data.
Pengumpulan data
merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-data) dari klien. Data yang
dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan Total Abdominal Hysterektomy
and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-BSO ) adalah sebagai berikut :
Usia :
a. Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif,
paling sering ditemukan pada usia 35 tahun keatas.
b. Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri
akan berkurang
c. Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara
efektif dalam menyesuaikan diri terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat
tindakan TAH-BSO.
2. Keluhan Utama
Keluhan
yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena terjadi
torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah biasanya
berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut adalah :
a.
Lokasi
nyeri :
b.
Intensitas
nyeri
c.
Waktu
dan durasi
d.
Kwalitas
nyeri.
3. Riwayat Reproduksi
a. Haid
Dikaji tentang
riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah ditemukan
sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause
b. Hamil dan Persalinan
1) Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma,
dimana mioma uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa
ii dihasilkan dalam jumlah yang besar.
2) Jumlah kehamilan dan anak yang hidup
mempengaruhi psikologi klien dan
keluarga terhadap hilangnya organ
kewanitaan.
4. Data Psikologi.
Pengangkatan
organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien dan
diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi
merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai lambang
feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai hilangnya
perasaan kewanitaan.
Perasaan seksualitas
dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita merasa cemas
bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan. Pengetahuan
klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan psikologi klien.
5. Status Respiratori
Respirasi bias
meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat
lidah jatuh kebelakang atau akibat terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada saluran
nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien yang memakai anaestesi general.
6. Tingkat
Kesadaran
Tingkat kesadaran
dibuktikan melalui pertanyaan sederhana
yang harus dijawab oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi
tingkat kesadaran dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan
penurunan tingkat kesadaran merupakan gejala syok.
7. Status Urinari
Retensi urine paling
umum terjadi setelah pembedahan
ginekologi, klien yang hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah
pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh
saat operasi, muntah akibat anestesi.
8. Status Gastrointestinal
Fungsi
gastrointestinal biasanya pulih pada
24-74 jam setelah pembedahan, tergantung pada kekuatan efek narkose pada
penekanan intestinal. Ambulatori dan kompres hangat perlu diberikan untuk
menghilangkan gas dalam usus.
B.
DIAGNOSA
1.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, distress emosional,
keletihan.
2.
Gangguan rasa nyaman (nyeri)
berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf akibat penyempitan
kanalis servikalis oleh myoma.
3.
Gangguan eliminasi urin (retensio)
berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasm pada daerah
sekitarnnya.
C.
INTERVENSI
NO. DX
|
TUJUAN & KH
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Tujuan:
Nafsu makan meningkat.
Kriteria Hasil:
Berat badan stabil, penambahan berat badan ke arah
normal, berpartisipasi dalam merangsang nafsu makan.
|
1.
Pantau
masukan makanan per hari
2.
Ukur tinggi, berat badan, pastikan
jumlah penurunan berat badan
3.
Dorong
klien makan diet tinggi kalori kaya nutrien, dengan masukan cairan adekuat
4.
Kontrol faktor lingkungan (mis: bau
tidak sedao), kebisingan, hindari makanan berlemak dan pedas
5.
Identifikasi
pasien yang mengalami mual muntah
|
1.
Mengidentifikasi
kekuatan / defisiensi nutrisi
2.
Memantau dalam identifikasi
malnutrisi khususnya berat badan kurang dari normal
3.
Kebutuhan metabolik ditingkatkan
begitu juga cairan
4.
Dapat
mencegah mual muntah
5.
Mual
muntah psikologis terjadi sebelum kemoterapi mulai secara umum tidak berespon
terhadap anti emetik
|
2
|
Tujuan:
Klien dapat mengontrol nyerinya, nyeri hilang/berkuang.
Kriteria hasil:
Mampu mengidentifikasi cara
mengurangi nyeri,mengungkapkan keinginan untuk mengontrol nyerinya.
|
1. Observasi
adanya nyeri dan tingkat nyeri.
2. Ajarkan dan
catat tipe nyeri serta tindakah untuk mengatasi nyeri
3. Ajarkan
teknik relaksasi.
4. Anjurkan
untuk menggunakan kompres hangat.
5. Kolaborasi
pemberian analgesik.
|
1. Memudahkan
tindakan keperawatan
2. Meningkatkan
persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
3. Meningkatkan
kenyamanan klien
4. Membantu
mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien
5. Mengurangi
nyeri
|
3
|
T Tujuan:
Pola eliminasi urine ibu kembali
normal
kriteria hasil:
ibu memahami terjadinya retensi
urine, bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan
retensi urine.
|
1. Catat pola
miksi dan monitor pengeluaran urine.
2. Lakukan
palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
3. Anjurkan
klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi,
mengalirkan air keran.
|
1. Melihat
perubahan pola eliminasi klien
2. Menentukan
tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
3. Mencegah
terjadinya retensi urine
|
DAFTAR
PUSTAKA
Wong,Dona L& Perry, Shanon W (1998)
Maternal Child Nursing Care, Mosby Year Book Co., Philadelphia
Lynda Juall Carpenito (2000), Buku Saku DiagnosaKeperawatan, EGC,
Jakarta
Doenges, E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, EGC, Jakarta, 1999.
Manuaba, Dasar-Dasar Tehnik Operasi Ginekologi,
Cetakan I, EGC, Jakarta, 2004.
Prawirohardjo,
Sarwono, Ilmu Kandungan, Edisi 2, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
04.25
|
Label:
LP
|